Digital Map PETA

Archive for September 2013

Permasalahan Yang di Hadapi Pasien TB MDR




 Permasalahan Yang di Hadapi Pasien TB MDR

   Menurut kami sebagai mantan pasien TB MDR ada beberapa point penting yang menjadi permasalahan yang sangat serius yang terjadi dalam program pengobatan pasien, yang dapat mengganggu kelancaran dan kepatuhan pasien dalam menalan obat diantaranya:

 1. Faktor Ekomi.

     Sebagaimana yang kita ketahui bersama dalam menjalani program pengobatan TB MDR ini pasien harus menelan obat setiap hari tanpa terputus selama kurang lebih dua tahun, dan dalam pengawasan petugas kesehatan di rumah sakit. secara otomatis si pasien harus pulang pergi ke rumah sakit setiap harinya yang tentu banyak makan biaya dan sangat menyita waktu si pasien, secara ekonomi ini sangat memberatkan apalagi bila sipasien sebagai tulang punggung keluarga, hal inilah yang masih harus di perhatikan baik oleh pemerintah maupun pihak yang lainnya.

2.Faktor Efek Samping

   Faktor efek samping ini merupakan bukan masalah yang bisa dipandang sebelah mata, karena efek dari pada obat ini begitu luar biasa dan banyak macamnya, seperti mual, muntah, pusing, depresi, halusinasi, perubahan prilaku dan masih sederet lagi yang memang ini tidak terjadi secara merata melainkan masing-masing individu merasakan efek samping yg berbeda dan dalam tingkatan berbeda pula, disini pasien membutuhkan perhatian dan peran petugas kesehatan dalam menangani efek samping yang terjadi secara serius dan profesional tanpa harus menunggu keadaan si pasien menjadi lebih parah lagi. 

3.Kurangnya Dukungan.
   
   Dukungan yang sangat di butuhkan oleh pasien TB MDR  baik dari keluarga lingkungan masyarakat maupun dukungan dari petugas kesehatan yang mengambil peran penting dalam suksesnya pasien menjalani progaram pengobatan, baik dukungan moril atau dukungan psycososial dalam hal ini kami mantan pasien TB MDR yang tergabung dalam Pejuang Tangguh bertekad untuk memberikan dukungan kepada para pasien yang masih menjalani program pengobtan dengan melakukan kegiatan Peer Edukator (pendidik sebaya) yang memang sudah terlatih untuk itu dengan melakukan diskusi atau sharing mengenai permasalahan yang dialami pesien, dimana pejuang tangguh pernah merasakan secara langsung apa di rasakan pasien sa'at ini.anda bisa menghubungi  :
  •     Ully Ulwiya             Tlp 0818 9805 11
  •     Yulinda Santosa       Tlp 0878 7084 1390
  •     Budi Hermawan       Tlp 0888 0915 3853

 4.Layanan Kesehatan 

    Masih sulitnya layanan kesehatan yang dapat di jangkau olah pasien TB MDR karena hanya baru beberapa Rumah sakit di Indonesia salah satunya Rumah Sakit Persahabatan jakarta yang mampu atau mau menerima pasien TB MDR, secara otomatis untuk mengakses layanan tersebut tidak terbilang murah bagi pasien-pasien yang berada di daerah tertentu yang berada jauh dari penyedia layanan tersebut.

  5. Stigma Di Masyarakat
   
    Ini merupakan masalah yang sring timbul akibat dari keterbatasan pengetahuan tenteng TB MDR dimasyarakat pada umumnya jika masyarakat mempunyai pengetahuan lebih dalam lagi maka hal ini tidak akan terjadi, lagi-lagi ini tugas kita bersama bagaimana mengedukasi pada masyarakat tentang TB MDR.


 Harapan penulis dan pasien, pemerintah dapat memperhatikan keluhan dan dapat menyediakan layanan yang lebih baik lagi baik, infastruktur, fasilitas maupun  tekhnis dalam program pengobatan TB MDR.
Dan mari sama-sama kita ciptakan Indonesia sehat Bebas TB 
     


                                             Kegiatan Pejuang Tangguh dalam Peer Educator
     
   SEMANGAT PAGI.......!!!!
Rabu, 25 September 2013
Posted by Iko
Tag :

Indonesia Hadapi Ancaman TB MDR

TBC
JAKARTA – Penanganan penyakit tuberculosis (TB) pada dasarnya tidak sulit. Penyakit yang disebabkan oleh kuman mycobacterium tuberculosis tersebut sudah ada obatnya dan bisa diakses oleh semua penderita dengan cuma-cuma alias gratis di Puskesmas, rumah sakit dan fasilitas layanan kesehatan (Fayankes) lainnya.
tbc_x_ray
Kunci kesembuhannya adalah disiplin minum obat dan bersedia menuntaskan program pengobatan sesuai petunjuk petugas kesehatan.
Tetapi masalahnya, ada banyak penderita TB yang kurang disiplin minum obat dengan berbagai alasan, mulai dari alasan sudah lebih sehat hingga alasan tidak mau tersiksa lagi dengan jadwal minum obat. Mereka memutuskan berhenti minum obat meski jadwal minum obatnya belum tuntas.
Kasus drop out (berhenti minum obat) tersebut dikatakan Dirjen Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP dan PL) Kementerian Kesehatan Prof Tjandra Yoga Aditama belakangan menjadi masalah serius dalam hal penangan penyakit TB di dunia termasuk di Indonesia.
TB MDR
Anton, pasien TB MDR di RS Medika Depok saat dijenguk Menteri BUMN Dahlan Iskan dan Dirut PT Askes Fachmi Idris. (Inung)
Sebab sebagian dari pasien TB yang drop out tersebut diketahui telah menjadi penderita TB multi drug resistant (MDR). “Artinya,  penderita TB sudah mengalami kekebalan terhadap pengobatan TB lini pertama dan harus mendapatkan pengobatan TB MDR yang jauh lebih mahal dan sulit,” jelas Tjandra.
Hasil Drug Resistance Survey (DRS) atau survei kekebalan obat TB di Jawa Tengah pada 2006 misalnya menemukan bahwa 17,1 persen pasien TB resisten  (kebal) obat ternyata adalah pasien TB yang pernah mendapatkan pengobatan. Dan hanya 1,8 persen kasus TB resisten yang merupakan kasus baru.
Hal yang sama juga ditemukan di Jawa Timur. Survei yang dilakukan pada 2009 menunjukkan bahwa 2 persen TB MDR ditemukan diantara kasus baru dan 9,7 persen TB MDR ditemukan pada TB yang sudah pernah diobati.
Tjandra menjelaskan bahwa TB resisten adalah TB yang disebabkan oleh kuman mycrobacterium tuberclosis yang telah mengalami kekebalan terhadap obat anti tuberculosis (OAT). TB resisten tersebut timbul melalui dua cara, yakni pasien TB yang drop out pengobatan dan kasus penularan dari pasien TB resisten kepada pasien baru TB.
TB MDR tersebut lanjut Tjandra kini menjadi masalah baru yang dihadapi program pemberantasan TB di Indonesia. Mengingat angka kejadian kasus cenderung meningkat dari tahun ke tahun. WHO global report 2012 telah menempatkan Indonesia pada peringkat 9 dari 27 negara dengan beban TB MDR terbanyak didunia dengan perkiraan pasien sebanyak 6.620 orang.
“Ini problem yang sekarang kita hadapi ditengah-tengah prestasi Indonesia dalam hal penanganan kasus TB,” tukas Tjandra.
Persoalan TB MDR kata Tjandra bukan sekedar kasus TB biasa yang sudah banyak ditangani petugas kesehatan. TB jenis ini tergolong lebih sulit penanganannya dengan biaya yang sangat mahal. Tjandra menjelaskan bahwa diagnosis dan pemantauan TB MDR  jauh lebih rumit melebihi penanganan kasus TB pada pasien HIV/AIDS.
“Untuk mendiagnosis TB MDR, diperlukan pemeriksaan biakan dan uji kepekaan kuman terhadap obat,” kata Tjandra.
Sejauh ini  pemeriksaan biakan dan uji kepekaan kuman TB baru  bisa dilakukan di laboratorium rujukan yang telah mendapat sertifikasi oleh Laboratorium Rujukan Supra Nasional IMVS Adelaide Australia yakni di BBLK Surabaya, Laboratorium Mikrobiologi FKUI, laboratorium mikrobiologi RS Persahabatan, BPLK Jabar dan lab NHCR-UNHAS Makasar.
BISA DISEMBUHKAN
Meski tergolong sangat sulit dan berbiaya mahal dikatakan Tjandra, TB MDR adalah jenis penyakit yang dapat disembuhkan. Data Kemenkes hingga akhir Desember 2012 menyebutkan dari 4.297 suspek TB MDR, 1005 pasien TB MDR, 825 pasien diantarnya sudah menjalani pengobatan dengan angka keberhasilan mencapai 71 persen.
Hanya saja untuk menyembuhkan TB MDR  dibutuhkan waktu yang lebih lama berkisar 18-24 bulan dengan paduan obat yang harganya jauh lebih mahal serta penanganan yang lebih sulit. Disamping itu, paduan obat TB MDR ini jumlahnya lebih banyak dengan efek samping yang lebih berat.
Dari sisi fayankes yang mampu menangani kasus TB MDR, diakui Tjandra jumlahnya masih terbatas. Sampai 2012 di Indonesia baru 9 RS rujukan pelayanan TB MDR yakni RS Persahabatan, RS dr. Soetomo, RS dr Syaiful Anwar, RS dr Moewardi, RSUD Labuang Baji, RS Hasan Sadikin. RS Adam Malik, RS Sanglah dan RS dr Sardjito.
“Keterbatasan fayankes yang bisa menangani kasus TB MDR tersebut membuat banyak rumah sakit, B/BKPM, klinik swasta, praktisi swasta yang melakukan pengobatan terhadap pasien terduga TB MDR dengan menggunakan paduan obat yang tidak standar yang dijual bebas dipasaran,” katanya.
Tjandra mengatakan sulitnya penanganan TB MDR tersebut sangat berkemungkinan menjadi  masalah kesehatan masyarakat yang sangat serius di Indonesia. Karenanya, segala upaya harus dilakukan untuk mencegah penularan dan perkembangan kasus.
Salah satu caranya adalah melaksanakan tatalaksana pasien TB yang berkualitas dengan tetap menggunakan strategi DOTS (directly observed treatment shortcourse) atau dikenal dengan strategi pendampingan minum obat.
Tujuannya supaya paling sedikit 95 persen pasien TB yng diobati bisa disembuhkan dan pasien TB yang drop out pengobatan dapat dicegah atau dikurangi sehingga tidak melaju menjadi TB MDR.
“Strategi DOTS dimana kita mengerahkan orang-orang terdekat, keluarga atau petugas kesehatan untuk memantau meminum obat, sudah terbukti efektif dan efisien untuk menanggulangi kasus TB. Dan ini akan kita lanjutkan,” pungkas Tjandra.
AKSI NASIONAL
Untuk mencegah makin bertambahnya kasus TB MDR, Kementerian Kesehatan sendiri dikatakan Menkes Nafsiah Mboi telah merencanakan aksi nasional  berupa programmatic management of drug resistant TB (PMDT) 2011-2014. Rencana aksi tersebut pada intinya menjabarkan analisis situasi, isu strategis, rumusan strategi, kegiatan, monitoring dan evaluasi upaya yang akan dilakukan Indonesia menghadapi tantangan TB MDR ke depan.
Tujuannya adalah mencegah terjadinya kasus TB MDR melalui pelayanan DOTS yang bermutu dan melaksanakan manajemen kasus TB MDR secara terstandarisasi sesuai dengan pedoman nasional pelaksanaan PMDT dengan melibatkan partisipasi aktif dari pemangku kepentingan baik ditingkat pusat maupun daerah.
Sebagai salah satu penjabaran rencana aksi tersebut pada Oktober 2012 Dirjen PP dan PL Kemenkes telah mendistribusikan surat edaran tentang alur rujukan pasien TB MDR dan alur rujukan suspek TB MDR/rujukan sputum untuk diagnosis TB MDR ke semua dinas kesehatan di 33 propinsi. “Secara bertahap, diharapkan pada 2014 seluruh penduduk Indonesia mempunyai akses terhadap pelayanan PMDT,” tegas Nafsiah. (Inung/D)

sumber: http://www.poskotanews.com/2013/08/11/disiplin-kunci-penanganan-penyakit-tb/
Minggu, 22 September 2013
Posted by Iko
Tag :

Popular Post

Diberdayakan oleh Blogger.

Social Icons

About Me

Powered By Blogger

Translate

Pages

About

Featured Posts

Social Icons

- Copyright © Pejuang Tangguh TB RO -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -