Digital Map PETA

Archive for 2013

Pasien Pertama TB MDR Yang Sembuh Di Indonesia

Pasien Pertama TB MDR Yang Sembuh Di Indonesia

Senin, 14 Oktober 2013
Posted by Iko

TB MDR Dapat Di Sembuhkan

Berobat Gratis, Pasien TB Bisa Sembuh Asal Patuh
Pasien Tuberkulosis (TB) tidak perlu cemas karena penyakitnya dapat disembuhkan. Masyarakat diharapkan dapat segera memeriksakan diri ke Puskesmas atau rumah sakit. Untuk diagnosa awal pengobatan diberikan gratis, dan bagi pasien TB yang masuk dalam program semua pengobatan ditanggung pemerintah.
Kepatuhan menjalani pengobatan secara teratur selama enam bulan dan rutin meminum obat justru menjadi kunci keberhasilan penyembuhan pasien TB. Karena jika hal tersebut tidak dilakukan, maka penyakit TB ini akan menjadi Tuberkulosis Multi Drug Resistant (TB-MDR) yang kebal obat.
Demikian penjelasan Ketua Pokja Directly Observed Treatment, Short-course (DOTS) dan TB-MDR RSUP Persahabatan, Dr dr. Erlina Burhan, Msc, Sp.P (K) dalam kegiatan temu media mengenai TB dan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) di RSUP Persahabatan, Jakarta (23/11).
Penyakit Tuberkolosis (TB) merupakan penyakit menular, disebabkan oleh masuknya kuman Mycobacterium Tb ke dalam tubuh dan menyerang paru-paru manusia. Ada beberapa faktor risiko dari penyakit ini, yaitu kebiasaan merokok, pencemaran udara atau polusi dan juga tertular oleh suspek TB lainnya.
“Gejala dari penyakit ini antara lain batuk berdahak yang berkepanjangan bahkan hingga mengeluarkan darah, berat badan yang menurun drastis, demam, serta sakit pada bagian dada”, ujar dr. Erlina.
Saat ini Indonesia berada di peringkat 4 dunia untuk kasus penyakit TB setelah India, China dan Afrika Selatan. Menurut data RS Persahabatan, sedikitnya tercatat 1500 pasien TB per tahun. Sebanyak 10% pasien TB di RSUP Persahabatan adalah pasien rujukan. Adapun jumlah pasien TB-MDR yang menjalani pengobatan di RSUP Persahabatan saat ini berjumlah sekitar 480 pasien, dari jumlah tersebut 338 pasien masih menjalani pengobatan dan sisanya menolak diobati, dan meninggal dunia sebelum atau sesudah pengobatan.
“Sebagian karena menolak diobati, ada pula yang karena bekerja sehingga tidak bisa datang setiap hari”, kata dr. Erlina.
Pasien harus datang setiap hari untuk menjalani pengobatan dan menerima suntikan selama enam bulan, agar sembuh dari penyakit TB. Pasien yang menolak pengobatan akan menjadi sumber penularan bagi orang lain, bahkan bisa meninggal.
Menurut dr. Erlina, pasien suspek TB dinyatakan sembuh apabila mengikuti setiap proses pengobatan selama 6 bulan tanpa putus. Namun sayangnya, tidak sedikit pasien suspek TB yang tidak mengikuti proses pengobatan ini secara total. Banyak pasien yang berhenti melakukan pengobatan ketika mereka merasa tubuh mereka sudah lebih baik dari sebelumnya, berat badan mereka naik dan sebagainya, sebelum masa pengobatan 6 bulan berakhir. Padahal, kelalaian pasien suspek TB ini menyebabkan kuman Mycrobacterium Tb yang ada di dalam tubuh mereka menjadi kebal terhadap obat atau Multi Drug Resistance (MDR).
“Hal ini terjadi karena kuman Mycobacterium Tb tidak lagi mempan terhadap obat Rifampisin dan Isoniazid, dua obat penting dalam pengobatan TB”, terang dr. Erlina.
“Bila sudah begini, harus dilakukan pengobatan yang tingkatannya lebih tinggi lagi, dengan obat yang lebih banyak, waktu penyembuhan yang lebih panjang dan juga efek samping yang lebih kuat. Waktu penyembuhan untuk TB MDR ini adalah 2 tahun,” jelas dr. Erlina.

Ditambahkan bahwa selama 2 tahun ini pasien suspek TB MDR harus check up dan minum obat setiap hari kecuali hari Sabtu dan Minggu. Di RS Persahabatan disediakan poliklinik khusus untuk pasien TB MDR selama 24 jam. Di sini pasien dapat datang kapanpun untuk melakukan pengobatan.


Posted by Iko

Apa Itu TB MDR..?

Mekanisme dan Diagnosis Multidrug Resistant Tuberculosis (MDR Tb)
Arif Riswahyudi Hanafi, Prasenohadi
Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RS Persahabatan, Jakarta

Pendahuluan
Tuberkulosis (Tb) merupakan penyebab terbesar penyakit dan kematian di dunia khususnya di Asia dan Afrika dan sejak tahun 2005 terdapat peningkatan yang disebabkan oleh pertumbuhan populasi di India, Cina, Indonesia, Afrika Selatan dan Nigeria. Menurut WHO prevalens kasus TB tahun 2006 ada 14,4 juta kasus dan multidrug resistant Tb (MDR Tb) ada 0,5 juta kasus dengan Tb kasus baru MDR 23.353 kasus. Jumlah total kasus Tb baru MDR yang diobati tahun 2007 dan 2008 sekitar 50.000 kasus. Prevalens Tb di Indonesia tahun 2006 adalah 253/100.000 penduduk angka kematian 38/100.000 penduduk. Tb kasus baru didapatkan MDR Tb 2% dan Tb kasus yang telah diobati didapatkan MDR Tb 19%.

Timbulnya resistensi obat dalam terapi Tb khususnya MDR Tb merupakan masalah besar kesehatan masyarakat di berbagai negara dan fenomena MDR menjadi salah satu batu sandungan program pengendalian Tb. Pengobatan pasien MDR Tb lebih sulit, mahal, banyak efek samping dan angka kesembuhannya relatif rendah. Penyebaran resistensi obat di berbagai negara tidak diketahui dan tatalaksana pasien MDR Tb masih tidak adekuat.

Mekanisme
Multidrug resistant tuberculosis (MDR Tb) adalah Tb yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis (M. Tb) resisten in vitro terhadap isoniazid (H) dan rifampisin (R) dengan atau tanpa resisten obat lainnya. Terdapat 2 jenis kasus resistensi obat yaitu kasus baru dan kasus telah diobati sebelumnya. Kasus baru resisten obat Tb yaitu terdapatnya galur M. Tb resisten pada pasien baru didiagnosis Tb dan sebelumnya tidak pernah diobati obat antituberkulosis (OAT) atau durasi terapi kurang 1 bulan. Pasien ini terinfeksi galur M. Tb yang telah resisten obat disebut dengan resistensi primer. Kasus resisten OAT yang telah diobati sebelumnya yaitu terdapatnya galur M. Tb resisten pada pasien selama mendapatkan terapi Tb sedikitnya 1 bulan. Kasus ini awalnya terinfeksi galur M Tb yang masih sensitif obat tetapi selama perjalanan terapi timbul resistensi obat atau disebut dengan resistensi sekunder (acquired).
Secara mikrobiologi resistensi disebabkan oleh mutasi genetik dan hal ini membuat obat tidak efektif melawan basil mutan. Mutasi terjadi spontan dan berdiri sendiri menghasilkan resistensi OAT. Sewaktu terapi OAT diberikan galur M. Tb wild type tidak terpajan. Diantara populasi M. Tb wild type ditemukan sebagian kecil mutasi resisten OAT. Resisten lebih 1 OAT jarang disebabkan genetik dan biasanya merupakan hasil penggunaan obat yang tidak adekuat. Sebelum penggunaan OAT sebaiknya dipastikan M. Tb sensitif terhadap OAT yang akan diberikan. Sewaktu penggunaan OAT sebelumnya individu telah terinfeksi dalam jumlah besar populasi M. Tb berisi organisms resisten obat.
Populasi galur M. Tb resisten mutan dalam jumlah kecil dapat dengan mudah diobati. Terapi Tb yang tidak adekuat menyebabkan proliferasi dan meningkatkan populasi galur resisten obat. Kemoterapi jangka pendek pasien resistensi obat menyebabkan galur lebih resisten terhadap obat yang digunakan atau sebagai efek penguat resistensi. Penularan galur resisten obat pada populasi juga merupakan sumber kasus resistensi obat baru. Meningkatnya koinfeksi Tb HIV menyebabkan progresi awal infeksi MDR Tb menjadi penyakit dan peningkatan penularan MDR Tb.
Banyak faktor penyebab MDR Tb. Beberapa analisis difokuskan pada ketidakpatuhan pasien. Ketidakpatuhan lebih berhubungan dengan hambatan pengobatan seperti kurangnya pelayanan diagnostik, obat, transportasi, logistik dan biaya pengendalian program Tb. Survei global resistensi OAT mendapatkan hubungan antara terjadinya MDR Tb dengan kegagalan program Tb nasional yang sesuai petunjuk program Tb WHO. Terdapatnya MDR Tb dalam suatu komuniti akan menyebar. Kasus tidak diobati dapat menginfeksi lebih selusin penduduk setiap tahunnya dan akan terjadi epidemic khususnya di dalam suatu institusi tertutup padat seperti penjara, barak militer dan rumah sakit. Penting sekali ditekankan bahwa MDR Tb merupakan ancaman baru dan hal ini merupakan manmade phenomenon.
Pengendalian sistematik dan efektif pengobatan Tb yang sensitive melalui DOTS merupakan senjata terbaik untuk melawan berkembangnya resistensi obat. Terdapat 5 sumber utama resisten obat Tb menurut kontribusi Spigots, yaitu :
1. Pengobatan tidak lengkap dan adekuat menyebabkan mutasi M. Tb resistensi
2. Lamanya pasien menderita infeksi disebabkan oleh keterlambatan diagnosis MDR Tb dan hilangnya efektiviti terapi sehingga terjadi penularan galur resisten obat terhadap kontak yang masih sensitif.
3. Pasien resisten obat Tb dengan kemoterapi jangka pendek memiliki angka kesembuhan kecil dan hilangnya efek terapi epidemiologi penularan.
4. Pasien resisten obat Tb dengan kemoterapi jangka pendek akan mendapatkan resistensi lanjut disebabkan ketidak hati—hatian pemberian monoterapi (efek penguat).
5. Koinfeksi HIV dapat memperpendek periode infeksi menjadi penyakit Tb dan penyebab pendeknya masa infeksi.

Diagnosis
Langkah awal mendiagnosis resisten obat Tb adalah mengenal pasien dalam risiko dan mempercepat dilakukannya diagnosis laboratorium. Deteksi awal MDR Tb dan memulai sejak awal terapi merupakan faktor penting untuk mencapai keberhasilan terapi. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi sputum BTA, uji kultur M. Tb dan resistensi obat. Kemungkinan resistensi obat Tb secara simultan dipertimbangkan dengan pemeriksaan sputum BTA sewaktu menjalani paduan terapi awal. Kegagalan terapi dapat dipertimbangkan sebagai kemungkinan resisten obat Tb sampai ada hasil uji resistensi obat beberapa minggu kemudian yang menunjukkan terdapatnya paduan terapi yang tidak adekuat. Identifikasi cepat pasien resistensi obat Tb dilakukan terutama pasien memiliki risiko tinggi karena program pengendalian Tb lebih sering menggunakan paduan terapi empiris, minimalisasi penularan, efek samping OAT, memberikan terapi terbaik dan mencegah resistensi obat lanjut.
Prediksi seseorang dalam risiko untuk melakukan uji resistensi obat adalah langkah awal deteksi resistensi obat. Prediktor terpenting resistensi obat adalah riwayat terapi Tb sebelumnya, progresiviti klinis dan radiologi selama terapi Tb, berasal dari daerah insidens tinggi resisten obat dan terpajan individu infeksi resisten obat Tb. Setelah pasien dicurigai MDR Tb harus dilakukan pemeriksaan uji kultur M. Tb dan resistensi obat. Laboratorium harus mengikuti protokol jaminan kualiti dan memiliki akreditasi nasional / internasional. Khususnya 2 sampel dengan hasil yang berbeda dari laboratorium dengan tingkat yang berbeda direkomendasikan untuk diperiksakan pada laboratorium yang lebih balk. Penting sekali laboratorium menekankan pemeriksaan uji resistensi obat yang cepat, adekuat, valid dan mudah dicapai oleh pasien dan layanan kesehatan. Mewujudkan laboratorium seperti ini disuatu daerah merupakan tantangan untuk program pengendalian Tb.

Kesimpulan
Tuberkulosis sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan di dunia dan diperparah dengan timbulnya masalah baru berupa MDR Tb. Kebanyakan MDR Tb terjadi karena kekurang patuhan dalam pengobatan Tb.Resistensi yang terjadi dapat berupa resistensi primer dan resistensi sekunder. Deteksi awal MDR Tb dan memulai terapi sedini mungkin merupakan faktor penting untuk tercapainya keberhasilan terapi.

Daftar Pustaka
1. World Health Organization. Key point. WHO Report 2008 : Global Tuberculosis Control 2008 surveillance, planning, financing. Geneva, Switzerland: WHO;2008.p.3-7.
2. World Health Organization. Profiles of high-burden countries. Country profile Indonesia. WHO Report 2008 : Global Tuberculosis Control 2008 surveillance, planning, financing. Geneva, Switzerland: WHO-,2008.p. 113-8.
3. World Health Organization. Guidelines for the programmatic management of drug-resistant tuberculosis. Geneve, Switzerland: WHO;2006.p.1-8.
4. World Health Organization. Treatment of tuberculosis: guidelines for national programmes, 3rd ed. Geneva, Switzerland: WHO-2003.p.39-47.
5. Crofton SJ, Chaulet P, Maher D. Guidelines for the management of drug-resistant tuberculosis. Geneva, Switzerland: WHO;1996.p.5-9.
6. Francis J. Curry National Tuberculosis Center, San Francisco Departement of Public Health, University of California. Drug-Resistant Tuberculosis a Survival Guide for Clinicians. Loeffler AM, Daley CL, Flood JM editors. California San francisco: CDC-12004.p.1-14.
7. Iseman MD, Goble M. Multidrug-resistant tuberculosis. N Engl J Med. 1996;334-268-9.
8. Munsiff SS, Bassoff T, Nivin B, et al. Molecular epidemiology of multidrugresistant tuberculosis, New York City, 1995-1997. Emerg Infect Dis. 2002;8:12308.
9. The WHO/IUATLD Global Project on Anti-Tuberculosis Drug Resistance Surveillance. Anti-Tuberculosis Drug Resistance in the World. Report No. 3. Geneva, Switzerland: WHO-12004.p.7-36.
10. Partners In Health, Harvard Medical School, Bill & Melinda Gates Foundation. A DOTS-Plus Handbook Guide to the Community based Treatment of MDR TB. Boston, Massachusetts: PIH-12002.p.1-13.
11. Partners In Health, Harvard Medical School, Division of Social Medecine and Health Inequalities Brigham and Women’s Hospital. The PIH Guide to the Medical Management of Multidrug-Resistant Tuberculosis International Edition. Rich ML editor. Boston, Massachusetts: PIH;2003.p.1-19.
12. Parsons LM, Somoskovi A, Urbanczik R, Salfinger M. Laboratory diagnostic aspects of drug resistant tuberculosis. Front Biosci. 2004;9:2086-105.
13. Sarin R. MDR-TB – Interventional Strategy. Indian J Tuberc 2007;54:110-6
 
.
sumber
http://www.ppti.info/
Minggu, 13 Oktober 2013
Posted by Iko

Puisi TB MDR

TB MDR
Kau adalah musuh didlm tubuhku. Kau membuatku lemah dan tak berdaya Banyak orang-orang mngeluh karna kau Kenapa kau hadir didlm tubuhku.

   Hari-hariku diisi dgn ketakutan,itu karena kau.. Setiap hari aku harus datang untuk melawan kau.
Untuk aku bisa mengalahkan kau dan ku bisa menang.

   Tajamnya jarummu,pahitnya obatmu.. Membuatku lemah dan tak bergairah..
Tapi aku tak mau kalah karena kau. Karena aku yakin,aku pasti menang Dan aku harus tetap semangat untuk melawan kau..


Verawati
Posted by Iko

Hanya Coretan

_hanya sebuah coretan_

2 November 2011 pukul 2:21
   Denganmu para sahabat yang slalu mengisi hari-hariku pertebal tekadmu,
 perjalanan kita masih jauh dari kata selesai.masih banyak onak duri terbentang di depan
karna kita jiwa-jiwa yang kuat, kita yg terpilih.dulu kita mengaum seperti harimau dan meringkik keras bagai kuda jantan yang tak sabar maju ke medan perang..
Tapi..tapi apa yang terjadi sekarang, kita hanya duduk dan memegangi kepala dan sibuk menelanjangi diri dngan mencari kesalahan masalalu... 
   
   Tidak..! kita harus melawan dan tidak mungkin lari dari pertempuran yang kita kumandangkan..maju kedepan pantang surut kebelakang karna kita para pejuang tangguh.
Lihat-lihat di sana para pecundang-pecundang di sana tertawa tanpa sadar ajalnya mendekat menghampiri tanpa berani mencoba melawan.
    
    Berat memang sahabat tetapi jadilah pohon yang besar dan kuat sehingga anginpun enggan menumbangkannya. kita bukan pohon semak yang patah dengan hanya tiupan angin kecil, karna kita yang terpilih tetaplah menjadi jiwa-jiwa yang besyukur atas nikmat dan karunianya mari kita rapatkan barisan eratkan genggaman tangan dan yakin semua ini akan terlewati dan tampil sebagai pemenang karna kita pejuang tangguh..
 
Budi Hermawan
Posted by Iko

Pejuang Tangguh (PETA)


Posted by Iko

Permasalahan Yang di Hadapi Pasien TB MDR




 Permasalahan Yang di Hadapi Pasien TB MDR

   Menurut kami sebagai mantan pasien TB MDR ada beberapa point penting yang menjadi permasalahan yang sangat serius yang terjadi dalam program pengobatan pasien, yang dapat mengganggu kelancaran dan kepatuhan pasien dalam menalan obat diantaranya:

 1. Faktor Ekomi.

     Sebagaimana yang kita ketahui bersama dalam menjalani program pengobatan TB MDR ini pasien harus menelan obat setiap hari tanpa terputus selama kurang lebih dua tahun, dan dalam pengawasan petugas kesehatan di rumah sakit. secara otomatis si pasien harus pulang pergi ke rumah sakit setiap harinya yang tentu banyak makan biaya dan sangat menyita waktu si pasien, secara ekonomi ini sangat memberatkan apalagi bila sipasien sebagai tulang punggung keluarga, hal inilah yang masih harus di perhatikan baik oleh pemerintah maupun pihak yang lainnya.

2.Faktor Efek Samping

   Faktor efek samping ini merupakan bukan masalah yang bisa dipandang sebelah mata, karena efek dari pada obat ini begitu luar biasa dan banyak macamnya, seperti mual, muntah, pusing, depresi, halusinasi, perubahan prilaku dan masih sederet lagi yang memang ini tidak terjadi secara merata melainkan masing-masing individu merasakan efek samping yg berbeda dan dalam tingkatan berbeda pula, disini pasien membutuhkan perhatian dan peran petugas kesehatan dalam menangani efek samping yang terjadi secara serius dan profesional tanpa harus menunggu keadaan si pasien menjadi lebih parah lagi. 

3.Kurangnya Dukungan.
   
   Dukungan yang sangat di butuhkan oleh pasien TB MDR  baik dari keluarga lingkungan masyarakat maupun dukungan dari petugas kesehatan yang mengambil peran penting dalam suksesnya pasien menjalani progaram pengobatan, baik dukungan moril atau dukungan psycososial dalam hal ini kami mantan pasien TB MDR yang tergabung dalam Pejuang Tangguh bertekad untuk memberikan dukungan kepada para pasien yang masih menjalani program pengobtan dengan melakukan kegiatan Peer Edukator (pendidik sebaya) yang memang sudah terlatih untuk itu dengan melakukan diskusi atau sharing mengenai permasalahan yang dialami pesien, dimana pejuang tangguh pernah merasakan secara langsung apa di rasakan pasien sa'at ini.anda bisa menghubungi  :
  •     Ully Ulwiya             Tlp 0818 9805 11
  •     Yulinda Santosa       Tlp 0878 7084 1390
  •     Budi Hermawan       Tlp 0888 0915 3853

 4.Layanan Kesehatan 

    Masih sulitnya layanan kesehatan yang dapat di jangkau olah pasien TB MDR karena hanya baru beberapa Rumah sakit di Indonesia salah satunya Rumah Sakit Persahabatan jakarta yang mampu atau mau menerima pasien TB MDR, secara otomatis untuk mengakses layanan tersebut tidak terbilang murah bagi pasien-pasien yang berada di daerah tertentu yang berada jauh dari penyedia layanan tersebut.

  5. Stigma Di Masyarakat
   
    Ini merupakan masalah yang sring timbul akibat dari keterbatasan pengetahuan tenteng TB MDR dimasyarakat pada umumnya jika masyarakat mempunyai pengetahuan lebih dalam lagi maka hal ini tidak akan terjadi, lagi-lagi ini tugas kita bersama bagaimana mengedukasi pada masyarakat tentang TB MDR.


 Harapan penulis dan pasien, pemerintah dapat memperhatikan keluhan dan dapat menyediakan layanan yang lebih baik lagi baik, infastruktur, fasilitas maupun  tekhnis dalam program pengobatan TB MDR.
Dan mari sama-sama kita ciptakan Indonesia sehat Bebas TB 
     


                                             Kegiatan Pejuang Tangguh dalam Peer Educator
     
   SEMANGAT PAGI.......!!!!
Rabu, 25 September 2013
Posted by Iko
Tag :

Indonesia Hadapi Ancaman TB MDR

TBC
JAKARTA – Penanganan penyakit tuberculosis (TB) pada dasarnya tidak sulit. Penyakit yang disebabkan oleh kuman mycobacterium tuberculosis tersebut sudah ada obatnya dan bisa diakses oleh semua penderita dengan cuma-cuma alias gratis di Puskesmas, rumah sakit dan fasilitas layanan kesehatan (Fayankes) lainnya.
tbc_x_ray
Kunci kesembuhannya adalah disiplin minum obat dan bersedia menuntaskan program pengobatan sesuai petunjuk petugas kesehatan.
Tetapi masalahnya, ada banyak penderita TB yang kurang disiplin minum obat dengan berbagai alasan, mulai dari alasan sudah lebih sehat hingga alasan tidak mau tersiksa lagi dengan jadwal minum obat. Mereka memutuskan berhenti minum obat meski jadwal minum obatnya belum tuntas.
Kasus drop out (berhenti minum obat) tersebut dikatakan Dirjen Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP dan PL) Kementerian Kesehatan Prof Tjandra Yoga Aditama belakangan menjadi masalah serius dalam hal penangan penyakit TB di dunia termasuk di Indonesia.
TB MDR
Anton, pasien TB MDR di RS Medika Depok saat dijenguk Menteri BUMN Dahlan Iskan dan Dirut PT Askes Fachmi Idris. (Inung)
Sebab sebagian dari pasien TB yang drop out tersebut diketahui telah menjadi penderita TB multi drug resistant (MDR). “Artinya,  penderita TB sudah mengalami kekebalan terhadap pengobatan TB lini pertama dan harus mendapatkan pengobatan TB MDR yang jauh lebih mahal dan sulit,” jelas Tjandra.
Hasil Drug Resistance Survey (DRS) atau survei kekebalan obat TB di Jawa Tengah pada 2006 misalnya menemukan bahwa 17,1 persen pasien TB resisten  (kebal) obat ternyata adalah pasien TB yang pernah mendapatkan pengobatan. Dan hanya 1,8 persen kasus TB resisten yang merupakan kasus baru.
Hal yang sama juga ditemukan di Jawa Timur. Survei yang dilakukan pada 2009 menunjukkan bahwa 2 persen TB MDR ditemukan diantara kasus baru dan 9,7 persen TB MDR ditemukan pada TB yang sudah pernah diobati.
Tjandra menjelaskan bahwa TB resisten adalah TB yang disebabkan oleh kuman mycrobacterium tuberclosis yang telah mengalami kekebalan terhadap obat anti tuberculosis (OAT). TB resisten tersebut timbul melalui dua cara, yakni pasien TB yang drop out pengobatan dan kasus penularan dari pasien TB resisten kepada pasien baru TB.
TB MDR tersebut lanjut Tjandra kini menjadi masalah baru yang dihadapi program pemberantasan TB di Indonesia. Mengingat angka kejadian kasus cenderung meningkat dari tahun ke tahun. WHO global report 2012 telah menempatkan Indonesia pada peringkat 9 dari 27 negara dengan beban TB MDR terbanyak didunia dengan perkiraan pasien sebanyak 6.620 orang.
“Ini problem yang sekarang kita hadapi ditengah-tengah prestasi Indonesia dalam hal penanganan kasus TB,” tukas Tjandra.
Persoalan TB MDR kata Tjandra bukan sekedar kasus TB biasa yang sudah banyak ditangani petugas kesehatan. TB jenis ini tergolong lebih sulit penanganannya dengan biaya yang sangat mahal. Tjandra menjelaskan bahwa diagnosis dan pemantauan TB MDR  jauh lebih rumit melebihi penanganan kasus TB pada pasien HIV/AIDS.
“Untuk mendiagnosis TB MDR, diperlukan pemeriksaan biakan dan uji kepekaan kuman terhadap obat,” kata Tjandra.
Sejauh ini  pemeriksaan biakan dan uji kepekaan kuman TB baru  bisa dilakukan di laboratorium rujukan yang telah mendapat sertifikasi oleh Laboratorium Rujukan Supra Nasional IMVS Adelaide Australia yakni di BBLK Surabaya, Laboratorium Mikrobiologi FKUI, laboratorium mikrobiologi RS Persahabatan, BPLK Jabar dan lab NHCR-UNHAS Makasar.
BISA DISEMBUHKAN
Meski tergolong sangat sulit dan berbiaya mahal dikatakan Tjandra, TB MDR adalah jenis penyakit yang dapat disembuhkan. Data Kemenkes hingga akhir Desember 2012 menyebutkan dari 4.297 suspek TB MDR, 1005 pasien TB MDR, 825 pasien diantarnya sudah menjalani pengobatan dengan angka keberhasilan mencapai 71 persen.
Hanya saja untuk menyembuhkan TB MDR  dibutuhkan waktu yang lebih lama berkisar 18-24 bulan dengan paduan obat yang harganya jauh lebih mahal serta penanganan yang lebih sulit. Disamping itu, paduan obat TB MDR ini jumlahnya lebih banyak dengan efek samping yang lebih berat.
Dari sisi fayankes yang mampu menangani kasus TB MDR, diakui Tjandra jumlahnya masih terbatas. Sampai 2012 di Indonesia baru 9 RS rujukan pelayanan TB MDR yakni RS Persahabatan, RS dr. Soetomo, RS dr Syaiful Anwar, RS dr Moewardi, RSUD Labuang Baji, RS Hasan Sadikin. RS Adam Malik, RS Sanglah dan RS dr Sardjito.
“Keterbatasan fayankes yang bisa menangani kasus TB MDR tersebut membuat banyak rumah sakit, B/BKPM, klinik swasta, praktisi swasta yang melakukan pengobatan terhadap pasien terduga TB MDR dengan menggunakan paduan obat yang tidak standar yang dijual bebas dipasaran,” katanya.
Tjandra mengatakan sulitnya penanganan TB MDR tersebut sangat berkemungkinan menjadi  masalah kesehatan masyarakat yang sangat serius di Indonesia. Karenanya, segala upaya harus dilakukan untuk mencegah penularan dan perkembangan kasus.
Salah satu caranya adalah melaksanakan tatalaksana pasien TB yang berkualitas dengan tetap menggunakan strategi DOTS (directly observed treatment shortcourse) atau dikenal dengan strategi pendampingan minum obat.
Tujuannya supaya paling sedikit 95 persen pasien TB yng diobati bisa disembuhkan dan pasien TB yang drop out pengobatan dapat dicegah atau dikurangi sehingga tidak melaju menjadi TB MDR.
“Strategi DOTS dimana kita mengerahkan orang-orang terdekat, keluarga atau petugas kesehatan untuk memantau meminum obat, sudah terbukti efektif dan efisien untuk menanggulangi kasus TB. Dan ini akan kita lanjutkan,” pungkas Tjandra.
AKSI NASIONAL
Untuk mencegah makin bertambahnya kasus TB MDR, Kementerian Kesehatan sendiri dikatakan Menkes Nafsiah Mboi telah merencanakan aksi nasional  berupa programmatic management of drug resistant TB (PMDT) 2011-2014. Rencana aksi tersebut pada intinya menjabarkan analisis situasi, isu strategis, rumusan strategi, kegiatan, monitoring dan evaluasi upaya yang akan dilakukan Indonesia menghadapi tantangan TB MDR ke depan.
Tujuannya adalah mencegah terjadinya kasus TB MDR melalui pelayanan DOTS yang bermutu dan melaksanakan manajemen kasus TB MDR secara terstandarisasi sesuai dengan pedoman nasional pelaksanaan PMDT dengan melibatkan partisipasi aktif dari pemangku kepentingan baik ditingkat pusat maupun daerah.
Sebagai salah satu penjabaran rencana aksi tersebut pada Oktober 2012 Dirjen PP dan PL Kemenkes telah mendistribusikan surat edaran tentang alur rujukan pasien TB MDR dan alur rujukan suspek TB MDR/rujukan sputum untuk diagnosis TB MDR ke semua dinas kesehatan di 33 propinsi. “Secara bertahap, diharapkan pada 2014 seluruh penduduk Indonesia mempunyai akses terhadap pelayanan PMDT,” tegas Nafsiah. (Inung/D)

sumber: http://www.poskotanews.com/2013/08/11/disiplin-kunci-penanganan-penyakit-tb/
Minggu, 22 September 2013
Posted by Iko
Tag :

Popular Post

Diberdayakan oleh Blogger.

Social Icons

About Me

Powered By Blogger

Translate

Pages

About

Featured Posts

Social Icons

- Copyright © Pejuang Tangguh TB RO -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -