Digital Map PETA

Posted by : Iko Senin, 13 Maret 2017






Gambar : pasien sedang mengupas bungkus obat TB Kebal Obat./Foto : dok. PETA






Artikel ini adalah opini yang diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia, link asli dapat dibuka diakhir artikel.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) - Lembaga Kesehatan paling berpengaruh di Dunia - pertama kalinya menerbitkan 'Daftar Prioritas Global bakteri yang Kebal terhadap Obat' . Ini adalah sebuah katalog yang berisi daftar 12 bakteri yang WHO sebut-sebut "menimbulkan ancaman terbesar bagi kesehatan manusia" - dan mana yang paling membutuhkan antibiotik baru.

Lebih dari sebuah pedoman untuk akademisi, dokumen adalah alat advokasi yang dirancang khusus untuk membantu 'para pengambil keputusan' memprioritaskan investasi dalam penelitian dan pengembangan farmasi. Sementara daftar prioritas ini disambut, ada sebuah cacat yang sangat besar yang harus diperbaiki secepatnya. Para ahli menyusun daftar gagal termasuk Mycobacterium Tuberculosis (TB), bakteri yang menyebabkan tuberkulosis (TB), meskipun TB membunuh lebih banyak orang daripada penyakit menular lainnya dan telah mengembangkan resistensi yang luas seperti antibiotik yang bahkan WHO sendiri melabeli dengan label "urgent"


Alasan WHO untuk tidak memasukkan TB dari pertimbangan adalah karena "itu sudah menjadi prioritas global yang dimana sudah sangat dibutuhkan pengobatan dengan inovasi baru". Dengan kata lain, TB tidak dipertimbangkan untuk dimasukkan dalam daftar prioritas global karena sudah merupakan prioritas global (?). Penjelasan ini sangat bertentangan.

Tuberkulosis adalah epidemi global. WHO memperkirakan bahwa 10,4 juta orang terjangkit penyakit ini dari udara pada tahun 2015 (tahun terakhir dengan data statistik lengkap) dan 580.000 dari mereka kebal terhadap obat yang ada. Hanya 1 dari 5 orang dengan TB yang kebal terhadap obat yang didiagnosis dan diobati. Sisanya tetap sakit dan menularkan selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun, menularkan penyakit ini kepada orang lain sebelum mereka meninggal.


TB yang kebal terhadap obat (TB-RO/MDR) itu sangat sulit untuk diobati. Orang dengan TB-RO menghabiskan banyak (baca: sangat mahal) antibiotik untuk setidaknya sembilan bulan dan selama dua tahun. Di antara mereka yang berhasil mendapatkan akses terhadap pengobatan, hanya sekitar setengah yang bertahan hidup. Mereka yang masih hidup umumnya mengalami efek berbahaya dari obat, seperti kerusakan organ dan gangguan pendengaran permanen.

Hampir semua antibiotik digunakan untuk mengobati TB telah diciptakan sebelum astronot berjalan di bulan. Hanya dua obat TB baru telah disetujui sejak masa itu - Bedaquiline pada tahun 2012 dan Delamanid pada tahun 2014 - dan akses mereka hanya dibatasi untuk sejumlah kecil pasien. Sementara itu, dukungan untuk penelitian antibiotik baru untuk TB sangat kecil dan semakin berkurang. Dana penelitian saat ini kurang dari sepertiga dari apa yang dibutuhkan untuk membawa pengobatan baru ke pasar.

Itu sebabnya mengecualikan TB dari daftar prioritas global adalah keputusan yang terlalu mendadak untuk TB. Dan keputusan itu harusnya tidak datang disaat yang kurang tepat seperti ini.

Kita siap untuk melihat apa yang mungkin menjadi salah satu terobosan paling penting dalam memerangi TB dalam beberapa dekade ini: pertemuan pertama kalinya kepala negara secara khusus untuk TB. Pelepasan daftar prioritas global, yang ternyata, bertepatan dengan pertemuan para pejabat kesehatan dari 20 negara yang mewakili ekonomi terbesar di dunia. Pada bulan November 2017, sekretaris nasional dan menteri kesehatan dari seluruh dunia akan bertemu di Moskow pada pertemuan puncak yang difokuskan secara khusus pada perencanaan keputusan terkait TB. Dan tahun depan, presiden dari seluruh dunia dan perdana menteri akan bersidang, untuk pertama kalinya dalam sejarah, untuk bernegosiasi dan mengumumkan tindakan yang akan diambil untuk mengakhiri epidemi.


Melihat bahwa para pembuat kebijakan nasional yang bernegosiasi di KTT ini akan memiliki pengaruh besar pada penelitian dan pengembangan anggaran TB yang akan - pada saatnya nanti - berpengaruh pada pengiriman antibiotik baru yang sangat dibutuhkan untuk mengakhiri epidemi ini. 

Yang pasti, kita sangat membutuhkan antibiotik baru untuk mengobati TB, dan dimasukkan dalam daftar baru prioritas global WHO. Daftar prioritas ini adalah alat yang sangat penting untuk pedoman para pembuat kebijakan. Karena pedoman WHO begitu berpengaruh, menghilangkan TB dari daftar begitu saja dapat berpotensi buruk dan itu adalah sebuah kesalahan fatal.

Setelah menerbitkan daftar itu, Direktur Jenderal WHO - Margaret Chan mengeluarkan pernyataan yang mengatakan, "penelitian untuk mengatasi TB yang resistan terhadap obat  merupakan prioritas utama bagi WHO dan dunia."
Pesan ini terlihat baik, tapi mungkin akan dilupakan di masa depan oleh  para pembuat kebijakan sebagai referensi daftar prioritas global itu sendiri.


 Untungnya, WHO mengatakan bahwa daftar dapat berubah.


Daripada sewenang-wenang membatasi cakupan daftar, WHO harus mengevaluasi lebih luas patogen - Termasuk virus, jamur, dan mikroba lainnya - yang semakin resistan terhadap obat, dan merevisi daftar untuk menggambarkan gambaran yang lebih berbasis bukti dari prioritas penelitian kesehatan di masyarakat.

Dukungan dari masyarakat juga diperlukan untuk mendorong pemerintah untuk menyuarakan TB agar memasukkan TB dalam daftar prioritas global itu.

Disadur dan diterjemahkan oleh : Thorofi
Artikel asli : https://www.statnews.com/2017/03/13/tuberculosis-who-antibiotic-resistance/
 





Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Popular Post

Diberdayakan oleh Blogger.

Social Icons

About Me

Powered By Blogger

Translate

Pages

About

Featured Posts

Social Icons

- Copyright © Pejuang Tangguh TB RO -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -